Setiap tahun ada siswa yang dinyatakan lulus UAN, ada pula yang tidak lulus. Yang paling populer dikalangan siswa adalah ketika mereka dinyatakan lulus, luapan rasa bangga dan kebahagiaan itu diwarnai dengan aksi coret-coretan baju sekolah. Hal ini telah membudaya dikalangan anak sekolah, meluapkan rasa gembira dengan mencoret seragam sekolah mereka yang sebenarnya masih bisa digunakan.
Hampir sebagian besar siswa di Indonesia, melakukan ini dan menjadikannya sebagai tradisi turun-temurun. Bila diperhatikan lebih jauh, dan dipikirkan secara rasional, semestinya hal semacam ini tidak perlu dilakukan, karena dapat menimbulkan kerugian. Mengapa saya katakan menimbulkan kerugian? Saya punya alasannya, jika seragam sekolah dirusak hanya karena luapan kegembiraan, itu bukan bukan alasan, karena pakaian seragam sekolah adalah simbol siswa dan lembaga pendidikan, mencoret seraan sekolah sama saja mencoret nama baik sekolah, karena sekolah kebanggaannya tertulis disetiap seragam siswa, setiap siswa adalah orang terpelajar, karena itu mencoret seragam sekolah hingga merusaknya bukan contoh prilaku sebagai orang pelajar melaimkan preman, secara finansial, meski mampu membelinya tetapi juga tetap merigikan, karena biaya pakaian, dan jahitannya cukup mahal.
Tidak hanya itu, tindakan aksi mencoret seragam sekolah adalah tindakan yang tidak manusiawi, dan cenderung mengarah kearah negatif, karena bisa saja menimbulkan efek yang tidak sesuai norma seorang terdidik. Saya melihat kejadian ini didaerah saya sendiri, ketika siswa dibeberapa sekolah dinyatakan lulus, maka siswa yang lulus ini melakukan aksi coret seragam sekolah, ditambah lagi aksi lempar minyak oli dan sebagainya yang dapat mengotori seragam sekolah.
Hal ini merupakan tindakan yang sama sekali tidak mencerminkan bahwa mereka yang lulus itu adalah orang yang memiliki prestasi dalam bidang akhlak. Kebiasaana ini menunjukkan akan ada bibit premanisme baru dalam lingkungan pergaulan remaja, mengapa saya katakan menjunjukkan akan adanya bibit premanisme? Kadang tanpa tidak disadari, aksi coret-ocretan dapat merambat ke aksi konfoi yang mengganggu pengguna jalan, dan memancing bentrok antar pengguna jalan, jika ini dibiarkan maka secara pasti menimbulkan perkelahian dan merusak arus lalu lintas.
Tidak hanya itu, saya baru saja menyaksikan aksi kelulusan, beberapa siswa berkumpul disetiap perempatan, mereka melempari kotoran, bahan bakar oli dan solar, air selokan, telur busuk, kepada siswa yang melewati tempat mereka. Hal ini sempat mengundang amarah pengguna jalan, karena ketika salah seorang siswa melintas dihadapan mereka, siswa yang ada diperempatan itu melemparkan berbagai macam bahan yang telah mereka siapkan.
AKibatnya, bukan teman mereka yang dilempari, melainkan pengendara beroda empat, kotoran mengenai badan mobil pengendara, air selokan, telur busuk, mengenai pengemudi, dan oli/solar menegenai ban mobil. AKibat kejadian ini, pemilik mobil naik pitam, turun dari mobil dan langsung melampiaskan kemarahannya kepada siswa yang berkumpul diperempatan itu.
Aksi anarkis pun terjadi, pengemudi mobil turun dan menampar keras anak-anak itu, bahkan tak tanggung-tanggung pemilik mobil itu melayangkan bogem mentahnya kepada salah seorang siswa yang dianggap memimpin aksi mereka. Sehingga siswa itu pun berlalu pergi meninggalkan lokasi perempatan sebelum warga sekitar berkumpul dan hendak mengusir mereka.
Ini sungguh melanggar kebenaran dan pendidkan yang diajarkan disekolah, bahwa siswa pada akhirnya menjadi buruk prilaku, hanya karena terlalu gembira karena dinyatakan lulus.
Pikirkan kembali apakah kelulusan itu diraih dengan perjuangan yang baik? Jika benar, untuk apa harus merusak corak almamater itu sendiri. Sekalipun bukan lagi sebagai siswa, tapi paling tidak tetap menghargai lembaga yang meluluskan Anda.
Daripada dirusak, dicoret, dilumuri berbagai macam partikel yang menodai kwalitas pakaian almamater Anda, baiknya berikanlah kepada mereka yang membutuhkan. Itu akan membuat Anda menjadi anak yang lebih baik.