Oleh: Muh Khalifah Mustami (Doktor Pendidikan Universitas Negeri Malang dan Dosen Fakultas Tarbiyah/Keguruan UIN Alauddin)
Sudah menjadi rahasia umum bahwa wajah pendidikan kita kurang menggembirakan. Di saat banyak lembaga menyuarakan antikekerasan, antipornografi, demokrasi, dan peningkatan profesionalime,
yang terjadi justru tawuran antar-siswa/mahasiswa, pemerkosaan beramai-ramai, dan banyaknya pendidik yang berkinerja rendah, dan lain sebagainya.
Sementara itu dalam dunia pendidikan, pendidik dihadapkan pada suatu tantangan yaitu era pengetahuan (knowledge era). Era yang ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, penuh ketidakpastian, dan dilema.
Charles Handy menyebutnya sebagai era modal intelektual (intellectual capital). Oleh karena itu, pendidik harus profesional agar dapat mendidik dan menghasilkan lulusan yang bermutu tinggi, tidak hanya berstandar lokal saja tetapi lebih dari itu. Masalahnya adalah bagaimana kompetensi pendidik-pendidik kita saat ini dalam menghadapi tantangan tersebut?
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa umumnya pendidik kita, belum dapat mewujudkan tugas yang terpenting dalam mengajar yaitu membantu siswa/mahasiswa berpikir dalam belajar. Tidak sedikit pendidik dalam mengajarnya, membelenggu atau mematikan kreativitas berpikir siswa/mahsiswa.
Jika demikian halnya, maka yang lahir adalah anak-anak bangsa yang tidak memiliki kemampuan dalam hal mengusulkan solusi baru untuk masalah lama, menemukan prinsip baru dan penemuan baru, menciptakan cara baru untuk mengomunikasikan gagasan baru, menemukan cara kreatif untuk mengatur proses kompleks sebagai indikator keterampilan yang dibutuhkan dalam era pengetahuan.
Pendidik sebenarnya mengetahui bahwa siswa/mahasiswa sangat membutuhkan pengembangan kreativitas, khususnya kreativitas dalam berpikir. Tetapi, mengapa pendidik-pendidik kita tidak mewujudkan hal tersebut dalam pembelajaran?
Apakah pendidik dihadapkan pada isi kurikulum yang begitu padat namun miskin materi kreativitas atau ada faktor yang lain? Sehingga yang dilakukan pendidik adalah bagaimana mengajar dan menyelesaikan materi tepat waktu,
tanpa melakukan inovasi pembelajaran yang memungkinkan siswa/mahasiswa kompeten dalam hal berpikir; Persis dengan statsiun TV yang mengejar jam tayang sinetron, tanpa menghiraukan efek negatif pada anak-anak.
Ataukah, pendidik bermasa bodoh dengan alasan kesejahteraan yang minim walau sudah tersertifikasi sehingga tidak sedikit pendidik-pendidik kita yang harus �ngojek� dan mencari kegiatan lain, demi anak yang juga harus sekolah dan agar asap dapur tetap mengepul.
Apa itu Pendidik SMART?
Kata pendidik sesungguhnya bukan merupakan hal asing bagi kebanyakan orang, yang dimaknai sebagai individu yang memiliki tanggung jawab akan proses pendewasaan, pemberdayaan, dan pemerdekaan diri.
Sedangkan smart berarti cerdas, jadi pendidik smart sesungguhnya adalah pendidik yang cerdas. Namun dalam tulisan ini, pendidik smart oleh penulis diadaptasikan dengan tuntutan fenomena yang lagi menggejala dalam dunian pendidikan dan pembelajaran kita. Hal mana kata SMART dijadikan akronimin untuk memperluas dan memperdalam maknanya.
SMART adalah singkatan dari Scientist, Modernist, Attractive, Revolutionary, dan Thinker. Artinya, seorang pendidik idealnya adalah seorang ilmuwan, modernis, menarik, revolusioner, dan pemikir. Inti dari pendidik smart adalah kreativitas.
Pendidik tidak sepantasnya terjebak dengan alasan-alasan seperti yang telah dikemukakan di atas untuk tidak kreatif dalam pembelajaran sehingga tidak berdaya di kelas. Namun sebaliknya yang harus dilakukan adalah tampil sebagai pendidik yang menguasai dan mampu mengembangkan materi ajarnya,
pendidik yang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan model-model pembelajaran, pendidik yang menyenangkan yang mampu menjadi motivator, inspirator, dan fasilitator bagi pebelajar, pendidik yang mampu melakukan akselerasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran, dan pendidik yang selalu berpikir dan berpikir demi perbaikan kinerjanya.
Selain karakteristik pendidik smart di atas, seorang pendidik smart hendaknya menciptakan suasana pembelajaran yang fun (iklim belajar yang menyenangkan), loving (mengajar penuh kasih sayang), creative (merangsang siswa untuk mengembangkan ide-ide dengan berbagai metode), dan friendly (menjadikan siswa sebagai teman dalam belajar mengajar).
Sebab, tidak zaman lagi menakut-nakuti siswa/mahasiswa dan memandang siswa/mahasiswa sebagai �tong� kosong yang tidak tahu apa-apa. Sekarang dunia sudah mengglobal, di mana informasi dengan mudahnya diakses, termasuk oleh siswa/mahasiswa melalui internet, yang tidak menutup kemungkinan perkembangan akan IPTEK siswa/mahasiswa lebih mengetahuinya daripada pendidiknya.
Hanya dengan menampilkan sosok pendidik yang smart, seorang pendidik tetap dapat dihargai, dihormati, dan diguguh oleh para siswa/mahasiswa sebagai manusia-manusia pembelajar.
Di samping itu, tampaknya pendidik yang mampu menciptakan suasana fun, loving, creative, dan friendly dalam pembelajaran �disukai� oleh siswa/mahasiswa yang menggejala saat ini, yaitu siswa/mahasiswa mall/handphone.
Siswa/Mahasiswa Mall/Handphone
Siswa/mahasiswa sesungguhnya merupakan manusia-manusia yang diharapkan menjadi manusia pebelajar, dan dari merekalah diharapkan terbangun kepribadian sejati yang dapat diikuti oleh orang lain. Namun demikian, harapan tersebut tidaklah mudah bagi siswa/mahasiswa yang terjebak pada dampak buruk modernitas.
Fenomena siswa/mahasiswa mall/handphone merupakan fenomena di mana siswa/mahasiswa dengan gaya santai, cuek, seksi, pamer, suka berhaha-hihi, suka terlambat sekalipun dengan jam tangan yang besar dan mahal di lengan, dan suka ingkar janji sekalipun handphone selalu di tangan.
Fenomena siswa/mahasiswa tersebut, tidak bisa dipungkiri dan oleh pendidik harus dijadikan tantangan tersendiri dalam menekuni profesi si �Oemar Bakri�. Itulah akibat globalisasi informasi yang tidak bisa dihindari. Hanya pendidik yang smart-lah yang dapat survive dan tidak stress menghadapi fenomena siswa demikian. Karenanya, jadilah pendidik yang smart.
Kehadiran pendidik smart akan mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh siwa yang berperilaku mall/handphone. Dari integritas yang dimiliki oleh pendidik smart, ia mampu meminimalisasi dampak buruk dari kecenderungan kunjungan ke mall dan penggunaan handphone yang berlebihan.
Siswa/mahasiswa mall/handphone menyukai pendidik smart oleh karena dari pendidik smart ia berada dalam situasi pembelajaran yang fresh (menyegarkan), tidak stress (dapat mengembangkan gagasan-gagasannya), dan yang terpenting adalah merasa pendidiknya sebagai teman dalam belajar. Ingat, yang dimaksud bukan pendidik dan siswa/mahasiswa �TTM (teman tapi mesra)�.
Keniscayaan Kehadiran Pendidik SMART
Menghadirkan pendidik yang smart dalam situasi siswa/mahasiswa yang salah kaprah akan kemodernan (siswa/mahasiswa mall/handphone) memang tidak mudah, tetapi harus diwujudkan. Dengan tampilnya pendidik yang smart dalam dunia pendidikan dan pembelajaran,
menyebabkan kita untuk tetap optimis akan terciptanya anak-anak bangsa yang memiliki keterampilan tinggi, daya saing tinggi, dan hati nurani sebagai pengabdi pada masyarakat miskin di negeri ini kelak. Dari pendidik yang smart lagi fun, loving, creative, dan friendly juga diharapkan siswa/mahasiswa betah dalam belajarnya,
memiliki perhatian dan kesadaran akan tugasnya sebagai generasi harapan bangsa, serta khalifah di bumi. Bukan sebaliknya, yaitu melahirkan generasi yang tidak berdaya, ogah-ogahan, dan keluar masuk tahanan akibat perbuatan asusila dan semacamnya serta penghancur kehidupan di bumi, yang kesemuanya itu bisa tercipta karena sosok pendidik yang horor,
membelenggu, tidak kreatif, kurang tanggung jawab, menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching in Learning) yang salah alias �Catat Tulis Lagi� atau �Catat Tulis Lalu pendidik ke belakang ngerumpi�.
Pendidik dengan karakteristik seperti yang disebutkan terakhir diharapkan jangan ada di negeri ini. Singkatnya, kepada pendidikku kutitipkan nasib anak-anak negeri ini dan kepada siswaku/mahasiswaku, yuk kita berkolaborasi dalam pembelajaran semoga kita semakin kreatif dalam hal kebaikan. (**) | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar