BOMBANA -- Pemerintah kabupaten Bombana sepertinya harus segera merealisasikan tuntutan pembayaran tunjangan peningkatan profesionalisme guru sebesar Rp 1,7 Milyar. Jika tidak, maka ribuan murid dan siswa di daerah itu bakal tidak mengikuti proses belajar mengajar hingga ujian, karena guru-guru mereka mulai dari wilayah Poleang, Rumbia/Rarowatu hingga Kabaena mengancam akan mogok mengajar.
Ancaman mogok mengajar itu sesuai hasil kesepakatan rapat antara guru bersama pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Bombana, beberapa waktu lalu. Dalam rapat itu diputuskan, guru dan PGRI memberikan dead line waktu pembayaran hingga tanggal 29 Desember nanti kepada pemerintah kabupaten Bombana untuk merealisasikan tagihan tunjangan peningkatan profesionalisme 1.205 guru se-kabupaten Bombana.
"Jika lewat dari tanggal itu, maka sehari setelah itu atau 30 Desember nanti, seluruh guru se-kabupaten Bombana mulai mogok kerja," janji Arislan, wakil ketua sekaligus mandataris ketua PGRI Bombana.
Sebagai tindak lanjut dari hasil rapat bersama kala itu, pihak PGRI Bombana, sudah melayangkan surat kepada seluruh sekolah swasta maupun negeri yang ada di Kabupaten Bombana. Menurut alumni sarjana pendidikan Universitas Haluoleo ini, dalam aksi mogok kerja itu pihak guru hanya melaksanakan fungsinya sebagai pegawai negeri sipil. Artinya, mereka hanya datang berkantor sedangkan tugas mereka sebagai pengajar tidak dilakukan.
Karena sudah disepakati, aksi mogok kerja ini ternyata mendapat respon besar dari berbagai kalangan guru. Saat koran ini menjumpai beberapa orang guru yang hadir di gedung parlemen Bombana siang kemarin, hampir semua guru menyatakan kesiapannya untuk ikut. "Sudah disepakati bersama, jadi harus dilaksanakan sebagai wujud solidaritas sesama guru yang hak-haknya telah dikebiri," kata salah seorang guru.
Jika ancaman ini terlaksana, maka murid dan siswa di kabupaten Bombana tidak bisa mengikuti ujian. Sebab pada tanggal yang disepakati itu, beberapa sekolah tengah mengagendakan pelaksanaan ujian. Ancaman mogok mengajar ini juga diutarakan perwakilan guru kepada anggota dewan yang menerima aspirasi mereka, Rabu (23/12) lalu.
Sahrun Gaus, salah satu anggota DPRD Bombana yang menerima aspirasi guru dan pengurus PGRI kemarin menyatakan, dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika aksi mogok mengajar itu terlaksana. Sebab yang korban bukan hanya anak didik tetapi masyarakat secara umum.
"Jika dibandingkan dengan tuntutan pembayaran mereka sebesar Rp 1,7 Milyar, tidak akan sebanding dengan kerugian yang akan didapati apabila PGRI dan seluruh jajarannya melakukan aksi tersebut. Untuk mengantisipasi ancaman mogok mengajar itu, sebaiknya pemerintah kabupaten segera merealisasikan hak-hak para guru tersebut, apalagi memang dianggarkan di APBD," pintanya.
La Ode Usman Sandiri, S.Sos, ketua fraksi Demokrat Indonesia Raya DPRD Bombana mengatakan, jika sampai dead line waktu yang diberikan, pemerintah kabupaten Bombana belum juga merealisasikan pembayaran tunjangan profesionalisme 1.205 guru itu, dirinya akan memberikan dukungan moral kepada seluruh guru dan PGRI untuk melakukan aksi mogok mengajar.
Dukungan itu tidak lain, karena ia merasa prihatin dengan nasib para guru yang tugasnya mencerdaskan anak bangsa termasuk anak-anak pejabat di Bombana, hak mereka telah dikebiri. "Dikemanakan uang tunjangan mereka, kenapa tidak dibayarkan. Padahal kalau dihitung, dari 1.205 guru itu, pemerintah Bombana hanya mengeluarkan dana sekitar 117. 562 rupiah perbulan, perguru.
Masa dengan jumlah ini tidak bisa dibayarkan tepat waktu. Nah karena sudah bertumpuk hingga 12 bulan, maka jumlahnya pun bertambah hingga 1,7 Milyar. Jumlah sebesar ini, tidak boleh tidak harus diselesaikan pembayarannya," ungkap pria yang lama hidup di Pulau Ambon ini. (nur/awl)